Sabtu, 15 September 2012

Cerita Lebaran 3#: it's (not) F-U-N-N-Y

Ceritanya, aku cabut ke Bandung--tujuan Lembang maksudnya--sendiri. Iyalah, temen2 bisa ketawa berdiri kalo tahu aku dateng ke Bandung dianter sekeluarga. Apapun yang pertama sering kali menjadi pengalaman amatir. Apalagi untuk aku yang tidak kunjung belajar. Maka, pergilah aku ke Bandung dengan persiapan seadanya: backbag, koper travel, dan sebungkus oleh2 dari Jogja. Sebelum berangkat, ibu telah mengingatkanku untuk membawa bekal selama perjalanan panjang--sepanjang gerbong kereta api.
selama di perjalanan, lebih tepatnya setelah sekian jam berlalu, aku mulai kehausan. ini dia, mulailah aku bertanya kepada diri sendiri "kenapa tadi ga beli di indo*****?", "kenapa tadi ga bawa bekal dari rumah?"--mulai nyesel.com.
Akhirnya, ketika ada asongan masuk kereta api--dari tadi hasrat jajan terkekang karna ga ada penjual masuk kereta api--aku langsung nyetop penjual minuman. semuanya dingin--ga prepare kali mang-nya kalo ada pembeli yang ga suka minuman dingin--bikin kebelet pipis.
"Berapa, Pak?"tanyaku.
"Sembilan ribu."

Asik. Harga sebotol Nu Green Tea dari 4000an jadi 9000.

Selanjutnya, karena terpepet kehausan, kubelilah sebotol teh itu.

Sambil minum teh seharga sembilan ribu itu, aku memandangi penjaja asongan yang berlalu lalang selama Lodaya berhenti di stasiun. Aku mengambil pelajaran moral maha pen(t)ing: walaupun terlihat rempong yeti, at least kamu ga bakal beli sebotol teh seharga sembilan ribu.

beberapa saat setelah si mang sembilan ribu berlalu, ada mang lain yang menjajakan sebotol teh dengan merk dan volume yang sama seharga 5000.

Baiklah.

Pelajaran moral kali ini adalah: bawalah bekal, terlebih kalau kamu mau naik kereta api kelas executive. There's no one will come to your class and offering their products.

Kuliner Selama Haji

Masalah makan adalah masalah ringan dan terlihat sepele. Tapi, kalau tidak diantisipasi--atau diniati dengan baik--bisa mengganggu kekhusyukan ibadah haji.
Untuk Anda --wahai calon Haji yang dimuliakan Allah-- yang suka kuliner alias jajan makanan, akan ada banyak variasi makanan di Tanah Suci. Makanan Timur Tengah didominasi oleh rempah-rempah dan santan. Tastenya cenderung ke Asia Selatan (India, Bangladesh, Sri Lanka, dsb). Jadi, yg suka jajan, pastikan kadar kolesterol Anda baik saja untuk diajak bertualang makanan. Harga rata-rata makanan di Makkah dan Madinah dimulai dari SR 4. Kabbab Dujjaj (Kebab Ayam), di Foodmart dekat Masjid Nabawi (duh kangen banget pengen ke sana lagi) harganya (kalau belum berubah) SR 4. Nasi Goreng Si Doel--letaknya di Foodmart juga--SR 6. Ada gorengan tempe, tahu, sayur kangkung, soto, bakso, dsb.
Pramusaji di toko2 makanan--selama musim haji--biasanya orang-orang Indonesia atau orang-orang yang bisa lebih dari dua bahasa. Minimal bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab.
Jajan di Makkah, di penjual-penjual TKI, pilih2lah sebelum membeli. Ada banyak makanan yang dibiarkan terbuka padahal posisi jualan di pinggir jalan. Debu dan polusi--entah apa lagi-- menjadi 'vitamin di makanan tersebut. Murah, memang, tapi setimpalkah dengan kesehatan Anda? Ingat, Anda sedang berada di Tanah Suci, sebelas jam terbang jauhnya dari Tanah Air. Jaga kondisi kesehatan, lebih utama untuk Anda.
Di Makkah dan Madinah, yang paling dekat citarasa kulinernya adalah Turki. Ada ayam bakar (SR 10--setengah ayam besarnya) dan sabre (ayam utuh tanpa jeroan, agak tawar, dipanggang) harganya SR 15. Satu sabre cukup untuk 6-10 perut orang Indonesia. normal. untuk ayam bakar Turki (yg SR 10 tadi) cukup untuk 3-5 orang Indonesia. Rasa ayam bakar Turki lebih lezat dari sabre, karena lebih kerasa bumbunya.
Kalau mau makan ala Mc.Donald, ada juga. Namanya Chicken Brost. Harganya SR 12 dapet tiga potong. Lumayan besar. Cukup untuk berenam. Biasanya ditambah roti tepung dan kentang goreng.

Gambar di atas adalah contoh Sabre.

Nah, untuk yang selera makannya 'selektif' alias susah-susah gampang. Ada baiknya membawa terasi, sambel pecel, dan beras dari Indonesia. Dan bumbu dapur yang Indonesia banget. Di Makkah dan Madinah memang ada, tapi waktu dan kesempatan seringkali tidak memungkinkan Anda untuk menjelajah seluruh market untuk mencari apa yang Anda rasa 'Indonesia banget'. Di Tanah Suci tidak ada lombok riwit, adanya lombok hijau besar dan pedas. Kalau bikin sambel, enaknya pakai terasi (atau tergantung selera juga sih). Dan di Tanah Suci tidak ada terasi.
Selain didominasi rempah-rempah, beras di Tanah Suci adalah beras basmati atau Ruzz basmati. Biasanya diimpor dari Asia Selatan (yang paling dekat dengan Asia Barat). Rasa nasi basmati tawar-tawar saja, bahkan cenderung apek karena sering disimpan dalam karung goni. Nasi basmati paling enak dibikin nasi briyani. Ladziiiiiiiidz jiddan (uenak banget maknyuss pokok e). Untuk masakan Indonesia, nasi briyani cocok dijadikan nasi goreng :D

Contoh nasi putih plus lauknya daging sapi (atau unta, ya? Mirip unta, sih, seratnya panjang-panjang)

Selain membawa bahan pokok dari Indonesia dapat mengurangi rasa kangen masakan Indonesia, juga dapat menghemat uang jajan Anda selama di Tanah Suci. Belum lagi kalau Anda sudah melihat berbagai pernik yang ditawarkan pedagang dan antrean oleh-oleh dalam benak Anda.

Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang Kamu Dustakan *

Baca berita tentang haji yang sebentar lagi, pikiranku langsung terbang lagi ke barat daya. Melewati riak-riak angkasa, melarung sebelas jam menngarungi daratan dan lautan. Makkah dan Madinah, Dua Tanah Suci bahkan Raja Saudi menggelari dirinya sebagai 'Pembantu Dua Tanah Suci', yang begitu istimewa bagi seluruh umat muslim sedunia.
15 September setahun lalu, mungkin aku sedang sibuk mengurusi barang-barang yang akan dibawa ke Tanah Suci. Ya, alhamdulillah, kalau kau bertanya, aku memang ke Tanah Suci untuk menemani ibuku menunaikan rukun Islam ke 5. Ada yang bertanya, "kalau kamu nemenin ibu, kamu ikut haji?". Penginnya ketawa atau bilang "ya iyalah, masa ya iya dong.", tapi ga boleh ngomong seperti itu. Aku hanya tersenyum dan menjawab "iya.". Rupanya lebih mujarab menjawab seperti itu. Yang tanya, tidak tanya-tanya lagi.
Bolehlah punya rencana traveling 5 benua, sekian ratus negara, ribuan kota, dsb, tapi --sama seperti aku yang sebelumnya tak menyangka akan menginjak Tanah Suci--setelah perjalanan agung itu, kalau punya uang lagi, aku--rasa-rasanya kalau milih disuruh trveling--milih umrah lagi atau haji lagi. Sumpah!
Entahlah, rasanya damaaaaaaaaai banget di sana. Orang-orang bilang di Makkah dan Madinah panas menyengat dsb, alhamdulillah, aku tidak merasakan seperti itu. Kalaupun ada yang merasakan seperti itu, bukan berarti orang itu banyak dosa, ada masalah di masa lalu, dsb, bukan. Tubuhku kurus dan hanya memiliki sedikit lemak, jadi rasanya, alhamdulillah, nyaman-nyaman saja. Kebetulan, cuaca saat itu memang sedang paling enak buat jamaah haji. Musim panas mendekati musim semi (eh, bener ga ya?), jadi enggak begitu panas dan enggak begitu dingin. Subuh-subuh pun rasanya seperti jam tujuh pagi di Jogja pada musim hujan, malam-malam pun rasanya fine-fine aja, kok. Sekali lagi, Alhamdulillahirabbil 'alamin.

Ada banyak pertanyaan mengenai 'hal-hal aneh' apa yang kualami selama di Makah dan Madinah. Suer, pertanyaan seperti ini membuatku tertawa. Bukan menertawakan penanya atau pertanyaannya, tapi sejatinya, aku tidak mengalami--atau tidak sadar kalau mengalami--hal-hal yang kerap menjadi perhatian media masa itu. Aku pernah dengar--cerita seorang teman seregu haji--bahwa tahun 88, sepasukan Iran dari Qom, menyerbu Masjidil-Haram. Saat itu, ada anjing besar berwarna hitam. Entah apa maksud penyerangan itu. Dulu, Abrahah juga bernafsu memindahkan 'haji' ke Qom, Iran, tapi sebelum mencapai Ka'bah--lebih tepatnya di Muzdalifah, Allah menurunkan burung Ababil yang membawa batu kerikil dari neraka. Kejadian itu terekam abadi dalam surat Al-Fiil. Dan kejadian itu, menandai kelahiran Nabi Besar, Panglima seluruh umat manusia, Rasul yang menjadi alasan Allah membangun Surga Firdaus: Rasulullah Muhammad Saw. Shalawat untuk beliau dan ahlul-bait beliau.

Ada banyak orang yang mengatakan bahwa setelah menunaikan ibadah haji, seseorang akan berubah. Benar. Sejauh ini, aku merasakan demikian. Perjalanan haji pada intinya--yang kupahami--adalah rangkaian untuk menjadikan seorang manusia menjadi manusia. 'Ali Syari'ati, dalam bukunya Menjadi Manusia Haji, mengatakan bahwa--maaf ya kalau redaksinya kurang tepat--selama ini yang dilakukan manusia, tidak jauh dengan binatang. Manusia cari makan, binatang juga cari makan. Manusia berketurunan, binatang pun demikian. Haji--kata 'Ali Syari'ati menjadikan manusia menjadi manusia. Ia adalah khalifah, bertindaklah sebagai khalifah. Bumi pernah ditawarkan kepada makhluk ciptaan Allah sebelum manusia, mereka mengatakan tidak sanggup. Ketika Allah menciptakan Adam dan menawarkan bumi untuk diolah, Adam menyanggupinya. Allah menurunkan Adam ke muka bumi bersama dengan Ka'bah Al-Mukaromah.

Setiap kali aku merasa penat dengan permasalahan yang aku hadapi, aku mengingat semua keberuntungan yang kudapatkan. Haji adalah salah satu dari sekian banyak keberuntungan yang kudapatkan. Aku tidak mengatakan bahwa ketidakberuntungan adalah suatu hal yang buruk. Permasalahan pun rezeki dari Allah Swt yang menjadi tanda bahwa kita mendapatkan perhatian dari Nya.

Kurang apa, coba, Laily? tanyaku dalam hati setiap melongok ke dalam hati sanubari sebelum beranjak tidur. Usia 23 th, kamu sudah menunaikan ibadah haji. Belum bekerja--bahkan belum wisuda, kamu sudah dijatah sekian ratus meter tanah oleh kedua orangtuamu. Kau mengatakan kamu kurus, padahal, setiap orang menginginkan tubuh seperti dirimu. Meskipun terkadang aneh, paling tidak, tidak ada orang yang menyatakan kebencian kepadamu. Hanya masalah uang menipis, kamu kembang kempis. Hanya masalah kangen keluarga, kamu pengen cepet-cepet mutasi kerja. Mana kesabaranmu, Hajjah? Yang paling penting dari seseorang yang sudah haji adalah kesabarannya. Sabar mengantre administrasi di loket di bandara Jeddah, sabar menanti bus mengantar ke Madinah, sabar mengantre lift, sabar mengantre di kamar mandi di Masjidil-Haram, sabar berdesakan di dalam bus Saptco, sabar kehimpit-himpit orang-orang besar. Sabar dan sabar. Dan siapakah yang mengatakan sabar ada batasnya?

Benar adanya firman Allah Swt, "Manusia adalah makhluk yang suka tergesa-gesa."