Rabu, 22 Agustus 2012

Cerita Lebaran 2#: Teman Sejati

Malam2, lepas isya', datanglah panggilan dari bawah...ibu memanggil (aku tidur di lantai atas, memang perlu dipanggil biar turun ke bawah). Ada tamu. Namanya bu Sulis dan dua anaknya, Danar dan mas Yudha.
Bu Sulis dulu pernah tinggal di rumah sebelah rumah kami. Rumah masa kecilku. kami bertetangga baik dan anak2 bu Sulis dekat dengan kedua orangtua kami. Karena bapak bercanda, rumah masa kecilku itu dibeli bu Sulis untuk anak pertamanya, namanya mbak Ratih.Ya..itu masa silam.sudahlah.
Malam itu bu Sulis datang seperti biasa, salam2an dan speaking2 seperti biasa.
Satu2 dari kakak dan adikku dibahas. Tibalah giliranku. Mendengarku tinggal di Lembang, Bandung, bu Sulis nampak cerah. Beliau teringat pernah tinggal di Bandung 4 tahun (dan beliau sempat berbicara dalam bahasa Sunda yang maksudnya kurang lebih: jauh dari orangtua memang pengorbanan--meureun :D )

maka sampailah pada ular-ulran dari bu Sulis untukku:
"Jauh dari orangtua, satu-satunya teman adalah Allah Swt. MAnusia bisa mengecewakan kita, tapi Allah Swt tidak akan pernah mengecewakan kita. BAca Al-Qur'an dan artinya, minimal satu ayat. Itu bisa jadi obat dan membuat hati jadi tenang."

iya, memang itu bener banget.

"yang ngobatin bu Sulis stelah bapak ga ada--suaminya, red--adalah al-Qur'an.Alhamdulilah,sekarang lebih semeleh."


Cerita Lebaran 1# : Ikhlas, Sabar, Syukur, Berkurban

NAmanya pak Sigit, suaminya bu Yuli. Tetangga sejak aku masih anak-anak. HAri pertama lebaran, mereka selalu mampir ke ruamh. Kebetulan memang bapakku adalah orang tertua di jalan Harjuna. KAli ini, mereka datang dengan personel lengkap: sepasang suami istri dan tiga orang anak.
PAk Sigit kerja di perusahaan tambang di Jakarta. bu Yuli lulusan S2 psikologi dan memilih jadi ibu rumah tangga. Anak pertama, Zahra, mahasiswi Arsitektur Undip. Anak kedua, Bintang, masih SMA, yang ketiga, Caesar, masih anabil :D . Setelah salam2 seperti biasanya, bu Yuli ngobrol dengan ibuku, menanyakan bagaimana keadaannya--karena beliau tahu, ibuku belum lama ini opname karna sakit jantung. Ibu menjawab yang--mungkin karena redaksinya--terdengar seperti keluhan. Sebagai orang yang begitu lama berkecimpung di psikologi, bu Yuli  mengiyakan dulu keluhan ibu, setelah itu memberikan masukan.
"Iya, Bu, tidak apa-apa. Semua memang perlu proses. Mengeluh dulu tidak apa-apa, setelah itu ikhlaskan. Insya Allah cepat sembuh. Yang penting dari penyembuhan adalah dari dalam diri sendiri. Kalau tubuh tertekan, merasa tidak dapat menerima penyakit, enzim penyembuh yang ada dalam diri, tidak bisa keluar dan kita tidak dapat sembuh2. Obat dokter memang membantu, tapi cuma sekian persen. Yang paling membantu adalah keyakinan diri sendiri dan ikhlas. Ikhlas memang obat segalanya, bu. Dan untuk menuju ikhlas memang tidak mudah. Sabar."
Gantian pak Sigit ngobrol denganku--karena dia tahu, aku tidak lagi di Jogja, menemani kedua orangtuaku.
"Semua itu harus diterima dulu secara ikhlas. Dapet kuliah di Sastra Arab, alhamdulillah, kerja di Bank, alhamdulillah. Disyukuri sebagai pertolongan Allah. Kalau sudah begitu, insya Allah karirnya cepet naik. Dan lagi, perbanyak shadaqah. Kita kan punya jatah dari Allah 'berdoalah, Aku akan mengabulkan permintaanmu.', nah, kita manfaatkan statement Allah itu, untuk berbuat baik sebanyak mungkin."

Iya, berbuat baik sebanyak mungkin selagi masih hidup, selagi sempat, selagi mampu.